free page hit counter
Blogging Should Be Fun !

Islam Washatiyah Sebagai “Alat Tempur” dalam Memerangi Paham Radikalisme Kaum Muda di Media Sosial

Hasil riset Setara Institut menyebutkan bahwa pada tahun 2018 silam, terdapat 10 perguruan tingi negeri terpapar radikalisme. Sedangkan Badan Intelejen Negara (BIN) menyebutkan, terdapat 7 perguruan tinggi atau sekitar 39% mahasiswa di Indonesia terpapar paham radikalisme.

Kemudian pada tahun lalu, dunia perguruan tinggi pun dihebohkan dengan adanya penetapan tersangka seorang dosen di salah satu pergutuan tinggi Indonesia, yang diduga berperan dalam merancang kerusuhan dan teror saat aksi unjuk rasa pun, menunjukan bahwa paham radikalisme sudah menyentuh kaum akedemisi.

Generasi muda atau dalam hal ini mahasiswa, memang seringkali menjadi sasaran empuk bagi terpaparnya paham radikalisme. Pasalnya, kaum muda yang masih mencari jati diri dan mempunyai rasa penasaran yang cukup tinggi terhadap sesuatu yang baru, menjadi penyebab kuat rawannya terpapar radikalisme. Selain itu, diera digital seperti saat ini, banyak dari kita yang mencari pemahaman agama melalui media sosial atau  media digital yang tidak jarang tidak diketahui asal muasal informasi tersebut, sehingga terjadi penyimpangan.

Di masa sekarang, banyak sekali ide masuk dalam genggaman (baca: gawai) tanpa permisi. Dengan “iming-iming” dalil agama, konten-konten yang mengatasnamakan agama tersebut bertebaran di setiap laman. Hal demikian memang memudahkan kita untuk memperoleh ilmu, tanpa harus hadir secara fisik di ruang-ruang keilmuwan. Namun apabila tidak diiringi dengan pemahaman agama yang benar, justru bisa menggerus penggunanya pada paham-paham radikalisme dan esktrimisme yang merusak ketentraman Indonesia.

Melihat hal tersebut, maka penting bagi kita, generasi muda, kaum terpelajar untuk menguatkan pandangan islam washatiyah, agar islam hadir bukan sebagai penyulut kebencian, kekerasan, intoleransi dan perpecahan. Namun justu sesuai dengan misinya, sebagai rahmatan lil’alamin.

Menurut Sagaf S Pettalongi, islam washatiyah adalah model dakwah yang diajarkan Nabi Muhammad SAW. dalam menyebarkan Islam rahmatan lil’alamin. Sesuai yang diajarkan Nabi, bahwa tidak ada paksaan dalam hal agama, menghormati setiap perbedaan, baik itu perbedaan suku, agama, ras dan yang lainnya. Disebutkan juga, bahwa islam washatiyah memiliki tiga nilai dasar, diantaranya sebagai penengah (mendamaikan), adil dan bijak.

Pada dasarnya, generasi muda merupakan kaum yang dianggap memiliki intelektualitas tinggi, mempunyai peran besar dalam upaya menghidupkan kembali nilai-nilai kebangsaan dan rasa nasionalisme sesuai dengan semangat proklamasi dan reformasi di negeri ini. Selain itu, generasi muda pun dianggap menjadi generasi harapan bangsa dalam menjaga keutuhan dan ketentraman negara Indonesia, seperti halnya berperan dalam menangkal radikalisme yang bisa menyebabkan kehancuran NKRI.

Dalam menyikapi penyebaran paham radikalisme dan esktrimisme pada generasi melalui dunia digital, maka cara “melawannya” pun mesti dengan digital, yaitu melalui pemanfaatan keberadaan media sosial secara maksimal, untuk digunakan menyebarkan pesan-pesan perdamaian, guna meredam konten radikal yang selama ini bertebaran dimana-mana. Terlebih sebagai pengamalan dari nilai-nilai Islam washatiyah, yaitu agama yang damai, adil dan bijak.

Menyadari akan hal itu, maka sudah saatnya kita menggunakan ruang-ruang virtual (baca: media sosial) berbekal islam washatiyah, sebagai ‘alat tempur” untuk mengembalikan pengamalan islam yang sesungguhnya. Sehingga lahirlah kesadaran kolektif akan pentingnya menjaga kerukunan bangsa dengan jalan tanpa kekerasan.

Begitu mudahnya penyebaran pesan di media sosial, menjadi peluang bagi kita untuk mengajak teman, saudara, keluarga dan masyarakat secara luas, atau terkhusus kaum muda lainnya untuk terus vokal menyuarakan konten-konten perdamaian dan toleransi yang dibalut visual menarik, agar minimal bisa bersaing dengan konten-konten radikal yang biasanya terlihat “menggiurkan” sehingga merusak kaum muda itu sendiri. Atau secara maksimal, diharapkan bisa benar-benar meredam narasi radikalisme.

Sehingga dengan demikian, diharapkan generasi muda saat ini benar-benar bisa menjadi harapan bangsa dalam melanjutkan estafeta perjuangan “hidup” negara Indonesia, yang tentunya tidak menggunakan jalan kebencian dan kekerasan.

*Siti Ressa

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

RECENT POSTS
ADVERTISEMENT
Our gallery