Musik sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia, khusunya masyarakat Jawa Barat. Bagaimana tidak, di zaman dengan kemudahan akses saat ini, musik salah satu yang sangat diuntungkan. Hampir setiap hari masyarakat Indonesia pasti pasti mendengarkan musik, baik pagi hari sebelum beraktivitas, ketika hendak pergi bekerja, hingga menjadi pengiring saat akan tidur.
Sebelum musik yang hari ini booming, dan diperdengarkan masyarakat luas dari berbagai media, semisalnya radio, televisi, youtube, atau sosial media. Musik sudah lebih dahulu hidup dan berkembang seiringan dengan pasar dan penikmatnya, baik yang berkembang secara gendre atau alat musik yang dimainkan.
Sama seperti alat musik yang dimainkan oleh para musisi modern hari ini, budaya sunda juga memiliki sejarah dan perkembangannya sendiri. Bahkan secara kegunaan di zaman dahulu, alat musik sunda di Jawa Barat memiliki cerita dan sejarah unik.
Kita ketahui dari beragamnya budaya, musik menjadi salah satu peninggalan budaya yang masih eksis dan berkembang hingga hari ini. Di Jawa Barat sendiri ada beberapa alat musik tradisional yang fenomenal seperti gamelan, kecapi, angklung, gendang, dan karinding.
Karinding merupakan salah satu alat musik kesenian sunda yang masih bisa bersaing dengan alat musik modern lainnya. Tidak sedikit alat musik karinding dipermainkan musisi yang hari ini muncul di industri musik modern di Indonesia.
Dalam sejarahnya, di abad ke 6 karinding dipergunakan bersama alat musik kacapi sebagai alat musik untuk mengiringi ritual atau upacara adat. Misalnya, memanggil ruh leluhur atau untuk mendatangkan kesuburan panen pada jaman itu.
Bentuk karinding terbagi ke dalam tiga ruas. Pada bagian ruas pertama yang berada di ujung untuk mengetuk agar memperoleh resonansi pada bagian tengah. Bagian ruas tengah, memiliki guratan yang akan bergetar saat diketuk jari. Kemudian, ruas ketiga pada bagian kiri dijadikan sebagai pegangan.
Untuk dapat memperoleh suara yang indah, karinding harus ditiup dan dikombinasikan dengan diketuk atau ditepuk pada bagian tengah. Suara yang dihasilkan bergantung dari olahan rongga mulut, lidah dan napas. Dan suara yang dihasilkan karinding pun beragam, ada yang mengeluarkan bunyi bonang, gong, gendang, dan melodi.
Dalam bentuknya pun karinding dibedakan berdasarkan gender, seperti bentuk sanggul yang dipergunakan oleh perempuan melambangkan kelembutan dan keayuan dan betuk kujang untuk laki-laki melambangkan keperkasaan.
Hal ini merepresentasikan konteks pada jaman itu, dimana selain untuk ritual dan upacara adat, karinding juga alat untuk memikat pasangan. Antara laki-laki dan perempuan saling sahut-menyahut dengan nada yang khusus. Kemudian setelah menikah alat musik tersebut dapat digunakan guna membantu petani mengusir hama.
Secara filosofi, karinding merupakan alat musik tradisional yang melambangkan alam semesta, simbol lingkungan, dan ritual. Cara memainkannya dengan diketuk dan ditabuh adalah gambaran pembentukan alam semesta dan perdamaian. Dan suara dengung dan getarannya adalah gambaran dari adanya sebuah kehidupan yang ada di alam semesta dan bertugas melindunginya. Mereka mempercayai bahwa orang yang memainkan karinding merupakan mereka yang mempercayai segala sesuatu, karena dalam memainkan alat musik tersebut harus melibatkan hati yang tulus.
Budaya sunda yang kental dengan konsep kemanusiaan dan alam membentuk masyarakat yang sopan dan rukun, sehingga semua unsur budaya seperti alat musik keseniannya pun tak menghilangkan nilai tersebut. Sama halnya dengan karinding yang memiliki nilai filosofis yaitu bentuk harapan dan cita-cita luhur agar manusia bisa hidup rukun berdampingan dan menghargai alam semesta.
*Deffa Hudzaifa