DUTADAMAIJAWABARAT – Akhir – akhir ini muncul wacana mengenai Polda Metro Jaya yang akan melakukan tes urine secara massal terhadap ribuan mahasiswa. Hal tersebut dilakukan dengan dalih pencegahan penyebaran narkoba di institusi dan generasi muda. UU 35/2009 tentang Narkotika Pasal 75 Huruf I menyebutkan bahwa seseorang berhak menolak lakukan tes urine.
Terlebih jika kondisinya tidak tertangkap dalam kondisi membawa narkotika. Lembaga Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menganggap kebijakan tersebut tidak berdasar kuat, sebab tes menggunakan sampel tubuh manusia hanya boleh dilakukan apparat saat proses penyidikan. Sehingga setiap orang punya hak untuk menolak, jika diminta untuk melakukan tes urine secara paksa.
Ketua Umum Gerakan Nasional Antinarkotika dan Obat-obatan Terlarang (Granat) Henry Yosodiningrat menyebutkan bahwa, hasil tes urine tidak bisa dijadikan sebagai dasar. Hasil ini hanya bisa dijadikan sebagai bukti awal saja, tidak bisa juga dijadikan sebagai bukti penahanan seseorang.
Seharusnya pengguna narkootika diintervensi terlebih dulu, negara juga punya perang dan kepentingan menyelamatkan pengguna narkotika. Caranya dengan merehabilitasi, sesuai ketentuan Pasal 54 UU Narkotika. Di dalamnya menyatakan bahwa pecandu dan penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rahabilitasi medis dan sosial.
Prosedurnya jika seseorang dinyatakan positif dalam hasil tes urinenya. Mereka baru bisa diproses hukum jika memang dinyatakan terlibat sindikat peredaran narkotika. Namun sayangnya saat ini yang berjalan tidak demikian, sebab pendekatannya sangat sulit untuk dilakukan. Pasalnya pengguna narkotika nyatanya sulit sekali mendapat akses rehabilitasi.
Penulis: Hasna Salma
Ilustrasi Gambar: Anita Rahmawati
Sumber :