Sejak diumumkannya kasus pertama di Indonesia pada bulan Maret lalu, perhatian masyarakat pun tertuju pada virus corona covid-19. Semakin meningkatnya persebaran virus baru tersebut, menyebabkan lini masa pun dipenuhi dengan berbagai informasi terkait covid-19. Termasuk, dengan adanya penggunaan media sosial yang melonjak diera pandemi corona, menyebabkan arus informasi pun ikut masif dan tak terbendung.
Banyaknya informasi covid-19 yang diterima oleh masyarakat, nyatanya mampu mengakibatkan kondisi psikis dan fisik pun menjadi terganggu. Infografik swaperiksa cemas depresi Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) tentang “Masalah Psikologis terkait Pandemi covid-19 di Indonesia” mencatat, hingga per bulan April, dari 1522 swaperiksa di web PDSKJI terdapat tiga masalah yang ditemui yakni kondisi cemas, depresi dan trauma psikologis.
Data PDSKJI pun mencatat, sebanyak 63% dari jumlah pengakses layanan swaperiksa masalah psikologis secara online tersebut mengalami kecemasan, dan 66% mengalami depresi akibat pandemi covid-19.
Selain itu, akibat dari menerima asupan informasi yang berlebihan (information overload), ternyata dapat memicu gangguan psikosomatik. Menurut dr. Andri, SpKJ, FACLP, Psikosomatik adalah kondisi keluhan fisik yang berkaitan dengan masalah psikologis. Gangguan Psikosomatik pun, bisa diperparah dengan pikiran dan emosi yang biasanya di picu dari stres, takut dan depresi akibat dari informasi yang kita baca.
Informasi yang diterima seseorang tersimpan dalam Amygdala (pusat rasa cemas dan pusat memori dalam otak). Apabila Amygdala bekerja terlalu keras akibat dari information overload, maka akan mengaktifkan sistem saraf otonom (sistem saraf tak sadar atau alam bawah sadar) secara berlebihan yang mengakibatkan kita pun menjadi selalu dalam kondisi siaga terus menerus. Atau ketika kita terlalu banyak menerima informasi terkait covid-19, lalu tanpa sadar kita pun merasakan gejala-gejala covid-19.
Terdapat ciri-ciri gejala gangguan psikosomatik, diantaranya, gejala tersebut (seperti demam, gatal tenggorakan dan gejala lain) dipicu oleh stres psikologis, terdapat cemas yang dominan, gejala yang dirasakan bisa hilang-timbul, dan gejala yang dirasakan pun terasa berpindah-pindah. Kemudian terdapat beberapa keluhan fisik akibat dari gejala psikosomatik diantaranya, jantung berdebar, sakit perut, nyeri di leher atau pundak, lelah (meski tidak bekerja), merasa kurang energi, pusing atau sempoyongan, asam langbung tinggi, telinga berdengung, berkeringat banyak, dan gemetar atau menggigil.
Adapun beberapa cara untuk mengurangi atau meredakan gangguan psikosomatik akibat covid-19 diantaranya:
Batasi Asupan Berita
Dengan membludaknya informasi yang diterima, terutama melalui media sosial terkait semakin banyaknya jumlah positif corona, banyaknya PHK dimana-dimana, dll menyebabkan stres sehingga menimbulkan gejala psikosomatik. Dengan begitu, agar gejala tersebut bisa mereda maka kita harus membatasi berita yang dikonsumsi. Artinya, kita hanya menerima atau mengakses berita hanya sekedar untuk mengetahui bagaimana perkembangan covid-19 guna meningkatkan kewaspadaan, sehingga besar kemungkinan kita pun tidak akan menerima informasi hoaks yang terkadang lebih membuat kita cemas dan stres.
Meluangkan Waktu untuk Relaksasi
Dengan meluangkan waktu untuk relaksasi, semisal melatih pernapasan minimal 10 menit perhari bisa menghindari kita dari gangguan psikosomatik. Relaksasi dengan pernafasan bisa dilakukan dengan dua cara, pertama pernafasan perut, dilakukan dengan duduk bersila, tubuh tegap, kemudian letakkan kedua tangan di depan dada. Setelah itu, bernapaslah secara perlahan melalui hidung dan hembuskan melalui mulut. Dengan cara demikian, kita bisa merasakan adanya kontraksi otot-otot perut, sementara tangan lainnya tidak bergerak.
Kedua, dilakukan dengan stimulasi pernapasan (pernapasan variasi dari olahraga yoga) yang alangkah baiknya dilakukan di luar ruangan. Stimulasi pernapasan tersebut dapat dilakukan dengan cara duduk santai dan mulai bernapas melalui hidung dengan cepat dengan mulut tertutup. Kemudian, lanjutkan pernapasan normal setelah menyelesaikan setiap siklus. Lakukan setiap 5 kali bernapas cepat.
Melakukan Aktivitas yang Menyenangkan #dirumahaja
Dikarenakan pemerintah menganjurkan kita untuk #dirumahaja guna memutus mata rantai covid-19 yang pastinya membuat kita merasa jenuh dan bosan. Maka untuk menjaga kesehatan mental, kita bisa menggunakan masa karantina ini, sebagai waktu untuk mengasah hobi, semisal memasak, berkebun, menulis dan aktivitas lainnya yang membuat kita merasa senang melakukannya.
Tetap Berkomunikasi secara Langsung dengan Orang-orang di sekitar
Meskipun kita dianjurkan untuk Physical Distancing (Menjaga jarak satu sama lain), kita pun mesti tetap berkomunikasi, minimal dengan orang-orang terdekat di rumah. Pasalnya, manusia sebagai makhluk sosial pasti sangat membutuhkan komunikasi atau berinteraksi dengan orang lain sebagai upaya menyalurkan sisi kemanusiannya. Sehingga apabila naluri tersebut tidak tersalurkan, bisa mengakibatkan jenuh dan stres.
Empat cara tersebut bisa dilakukan dengan mudah #dirumahaja, guna menjaga diri dari gangguan Psikosomatik. Dengan tetap menjaga kondisi psikis dan fisik di masa pandemi ini terutama menghindari asupan informasi yang berlebihan, maka imun pun akan kuat. Jika imun kuat, maka kitapun akan bisa melawan wabah covid-19 dan ikut berkontribusi dalam memutus mata rantai wabah corona di muka bumi ini, terkhusus di Indonesia.