Pasca penetapan coronavirus diseases 2019 (Covid-19) sebagai pandemik global oleh WHO sejak 11 Maret 2020, hampir sebagian besar negara-negara terdampak mengambil berbagai kebijakan untuk melakukan antisipasi penyebaran sekaligus dampak dengan resiko terburuk terhadap stabilitas internal negara. Melansir Worldometers (https://www.worldometers.info/coronavirus/) pukul 12.13 WIB, kasus positif SARS-CoV-2 mencapai 1,347,235 kasus. Dari jumlah tersebut, 286,234 orang dinyatakan sembuh dan 74,767 orang meninggal dunia. Data menunjukkan, Amerika Serikat (USA) menjadi negara dengan kasus terkonfirmasi terbanyak, bahkan melebihi China, yang pertama menemukan kasus Covid-19 ini.
Beberapa negara yang telah lebih dulu terjangkit penyebaran virus ini, telah mengambil kebijakan penanganan. Mulai dari kebijakan Karantina Wilayah seperti di Korea Selatan, Italia dan China; kebijakan Lockdown seperti di China, Korsel, Malaysia, India dan sebagian besar negara lainnya; sampai dengan kebijakan Herd Immunity yang diterapkan di Inggris dan Belanda. Tentu, setiap negara memiliki cara dan sudut pandang berbeda dalam menanggulangi penyebaran virus ini. Umumnya, kebijakan diambil merujuk pada banyaknya jumlah kasus terkonfirmasi dan rasio antara orang meninggal dan sembuh, keberadaan fasilitas kesehatan yang layak dan memenuhi kebutuhan, jumlah penambahan kasus setiap harinya, dan analisis berdasarkan realokasi penganggaran.
Indonesia sendiri berada pada urutan ke-37 dengan jumlah kasus (07/04/2020) sebanyak 2.491 terkonfirmasi positif Covid-19. Dari jumlah tersebut, 209 orang meninggal dunia dan 192 orang dinyatakan sembuh (www.covid19.go.id). Dalam upaya antisipasi penyebaran virus ini, Pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan, antara lain kebijakan social distancing dan/atau phsycal distancing yang mengandaikan kesadaran setiap orang untuk menjaga jarak aman agar tidak terjangkit virus, kebijakan untuk merumahkan berbagai aktivitas di luar seperti belajar, bekerja dan bahkan beribadah (kebijakan ini populer dikenal dengan #WorkFromHome) selama 14 hari didasarkan masa inkubasi virus, sampai dengan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diambil menyusul masa perpanjangan darurat penyebaran virus sampai 29 Mei 2020 (www.bnpb.go.id).
Melalui kebijakan ini, Pemerintah RI merumahkan aktivitas luaran pada beberapa leading sector sampai masa waktu penanggulangan virus ini ditetapkan. Pelaksanaan pembelajaran dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi mulai menggunakan sistem daring (online), dalam hal ini sekolah diliburkan; beberapa aktivitas ekonomi yang memungkinkan dilaksanakan di rumah, pabrik-pabrik mulai merumahkan dan/atau memberikan beban pekerjaan di rumah; pusat-pusat keramaian ditutup, pasar induk, beberapa mall dan destinasi wisata dengan aktivitas publik yang padat diberhentikan; tempat peribadatan dihimbau tidak melaksanakan aktivitas yang memungkinkan orang berkerumun, shalat berjamaah dan shalat jum’at serta kegiatan agama lainnya disarankan di rumah; dan pelaksanaan realokasi anggaran pemerintah pusat dan daerah untuk penanganan dalam bentuk pemotongan dan penghematan (austerity).
Hastag dan Kampanye Online
Sejak penetapan kebijakan antisipasi penyebaran Covid-19, hastag #dirumahaja berdengung di berbagai lapisan masyarakat Indonesia. Hastag ini kian populer, ketika Menteri Pendidikan RI, Nadiem Makarim membuat video campaign singkat yang berisi himbauan untuk melakukan aktivitas #dirumahaja. Di media Instagram misalnya, tagar #dirumahaja sudah sampai 3,6M postingan. Sementara di media twitter, tagar ini dalam beberapa minggu terakhir masuk sebagai topik yang banyak diperbincangkan (trending topic). Selain tagar #dirumahaja, tagar lainnya yang berkaitan dengan corona misalnya #lawancorona #kitapastimenang #socialdistancing #WorkfromHome dan tagar-tagar lainnya yang merepresentasikan kampanye antisipasi penyebaran virus covid-19 secara online.
Fenomena tagar #dirumahaja dan tagar-tagar lainnya yang berkaitan dengan penyebaran covid-19 menunjukkan adanya proses komunikasi publik yang berlangsung dalam medium virtual. Dalam kajian media, semenjak kehadiran media baru seperti internet, ruang interaksi manusia yang melibatkan proses kontak dan komunikasi dapat dilakukan tidak hanya secara langsung dengan tatap muka (face to face), tetapi juga dapat dilakukan dalam ruang mayantara yang dikenal dengan cyberspace. Ruang mayantara ini menjadi sebuah ruang publik baru (new public sphere) yang mampu mengantarai berbagai kepentingan manusia, terutama dalam proses berbagi informasi. Keberadaan ruang mayantara dalam bentuk media sosial misalnya, membentuk masyarakat jaringan (network society) yang lazim dikenal komunitas virtual.
Merujuk pada pendapat Kollock dan Smith (1999), komunitas virtual adalah sekelompok orang yang berbagi informasi di dunia maya, mendiskusikan kepentingan bersama. Umumnya, informasi yang dibagikan bervariasi, tergantung apa yang sedang menjadi trend di masyarakat. Informasi dibagikan dalam komunitas virtual ini melalui cara-cara kreatif dan inovatif, misalnya melalui narasi, teks, desain grafis, video, film pendek, meme, hastag dan lain-lain yang dapat dengan mudah menyebar dan pada akhirnya menjadi viral. Hal ini berlangsung dengan cepat melalui dukungan teknologi internet, sebab ruang publik ini menawarkan cara-cara baru yang bersifat interkoneksi dan multimedia.
Koneksi Global, Koneksi Kemanusiaan
Keberadaan komunitas virtual menghadirkan terminologi baru dalam konteks kenegaraan. Istilah netizenship yang dipopulerkan oleh Michael Hauben (2013) menjadi populer di kalangan pengguna media internet. Istilah ini merujuk pada aktivitas komunal yang berlangsung di dunia maya. Di Indonesia, netizen sering dipadankan dengan istilah warga internet atau warga net, yakni sekelompok orang yang terpisah secara fisik, hidup di negaranya masing-masing tapi terkoneksi secara global melalui jaringan internet.
Dalam beberapa isu, warga net seringkali melakukan campaign atau movement dalam merespons berbagai isu dan kondisi yang terjadi. Beragam isu mendapat sorotan dari warga net ini, mulai dari isu yang recehan seputar gosip dan gaya hidup public figure sampai dengan isu-isu yang memiliki aras kepentingan besar secara global, misalnya isu lingkungan, isu politik, isu gender dan isu kemanusiaan. Karena sifatnya yang global connected, maka beragam isu dapat hilir mudik mewarnai lalu lintas ruang publik virtual.
Kampanye dan gerakan antisipasi penyebaran covid-19 terjadi pula di ruang cyberspace. Hastag-hastag dan kampanye-kampanye online dilakukan oleh berbagai orang baik secara individual maupun kolektif dalam melawan covid-19 sekaligus membangun solidaritas antar sesama. Bahkan tidak jarang, kampanye-kampanye ini berbuah menjadi gerakan (movement) dalam kehidupan nyata. Selain kampanye dalam bentuk tagar #dirumahajauntuk optimalisasi kebijakan social distancing dan PSBB, gerakan galang dana melalui berbagai saluran dilakukan pula sebagai bentuk kepedulian masyarakat Indonesia terhadap sesama. Terutama, dilakukan untuk mendukung pasukan garda terdepan seperti tenaga medis dan masyarakat bawah seperti pedagang kecil, gelandangan, pengemis dan lain-lain yang tidak memungkinkan untuk beraktivitas #dirumahaja disebabkan pelaksanaan tugas dan pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
Platform www.kitabisa.com misalnya, dengan branding Indonesia’s Fundraising Platform, dilakukan oleh berbagai kalangan seperti public figure, tokoh politik dan komunitas sosial untuk menggalang dana antisipasi penyebaran virus ini. Misalnya, artis tanah air seperti Aming, Heddy Yunus, Nikita Mirzani, Maia Estianty, dan lain-lain melakukan penggalangan dalam berbagai bentuk untuk mendukung kebijakan penanggulangan virus. Secara kolektif, gerakan komunitas sosial seperti ormas Islam dan organisasi keagamaan lainnya; organisasi kepemudaan seperti KNPI, Karang Taruna dan lain-lain; LSM seperti Jaringan Rakyat Miskin Kota, Jabar Bergerak, dan lain-lain; lembaga filantropi seperti PZU, SF, Dhompet DHuafa, DT Peduli, UPZ MD, dan lain-lain, melakukan dukungan dalam bentuk berbagi sembako, hand sanitizer, penyemprotan disinfectan, berbagi masker dan masih banyak gerakan lagi.
Kampanye dan gerakan di atas yang dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat adalah bentuk tingginya kepedulian sosial di antara masyarakat. Bahkan bila kita amati, gerakan-gerakan kemanusiaan seperti itu dilakukan hampir di seluruh negara yang terdampak covid-19. Adagium “bisa karena bersama, bersama melawan corona, lawan corona” dan lain-lain yang dikemas dalam kampanye dan gerakan kreatif di dunia maya adalah wujud bagaimana sebuah teknologi dapat digunakan untuk membangun kekuatan bersama dalam melawan berbagai kondisi yang menjadi sumber kekhawatiran dan kecematan secara global.
Kampanye dalam bentuk hastag dan gerakan galang dana di ruang-ruang virtual adalah wujud aktivitas sosial dalam bentuk clicktivisme yang berujung menjadi koneksi global dan koneksi kemanusiaan. Koneksi ini dalam pandangan Bennet dan Sagerberg (2013) adalah bagian dari connective action yang mengandaikan adanya partisipasi publik, frame personal dan jejaring komunal dalam media digital. Clicktivisme sebagai dinamika aktivisme masyarakat dalam melawan isu yang menjadi kepentingan bersama. Clicktivisme adalah bagian dari suara optimis dalam memanfaatkan teknologi komunikasi supercanggih untuk membangkitkan sisi kemanusiaan kita. Clicktivisme adalah koneksi global, koneksi semesta, koneksi kemanusiaan yang bergerak menuju kemenangan bersama.
*Ridwan Rustandi