Menjadi jurnalis di media apapun atau manapun, salah satu contoh di media damai (Duta Damai: Pusat Media Damai), dapat dianalisis untuk menjadi pribadi yang memang patut menyampaikan dan menyemai perdamaian kepada khalayak. Menjadi pribadi (penyampai pesan yang baik) sudah barang tentu memiliki landasan pun tujuan. Landasan dan tujuan tersebut, akan dilihat dari perspektif Islam. Penulis sebagai muslim, mencoba menyampaikan secara sederhana, pemahaman jurnalis yang khusus bergerak dalam perdamaian adalah menjalankan pesan atau perintah dari Islam itu sendiri.
Islam yang merujuk kepada sumber utama, yaitu Al-Qur’an serta memiliki teladan (uswatun hasanah), yaitu Rasulullah Saw. Al-Qur’an menjadi pedoman untuk seluruh umat manusia universal dan komplit, serta Rasulullah Saw. sebagai pembawa risalah untuk seluruh umat, inilah yang akan menjadi irisan dalam pembahasan “Jurnalis: Penyampai.” Yaitu sama-sama menyampaikan pesan-pesan kebaikan, pesan perdamaian.
Terdapat dua poin, dari beberapa ayat Al-Qur’an dan suri teladan Nabi, penulis akan membahas:
- Landasan Al-Quran: Menjadi penyampai (jurnalis) yang baik
Termaktub dalam Q. S Al-A’raf: 57
وَهُوَ ٱلَّذِي يُرۡسِلُ ٱلرِّيَٰحَ بُشۡرَۢا بَيۡنَ يَدَيۡ رَحۡمَتِهِۦۖ حَتَّىٰٓ إِذَآ أَقَلَّتۡ سَحَابٗا ثِقَالٗا سُقۡنَٰهُ لِبَلَدٖ مَّيِّتٖ فَأَنزَلۡنَا بِهِ ٱلۡمَآءَ فَأَخۡرَجۡنَا بِهِۦ مِن كُلِّ ٱلثَّمَرَٰتِۚ كَذَٰلِكَ نُخۡرِجُ ٱلۡمَوۡتَىٰ لَعَلَّكُمۡ تَذَكَّرُونَ
Artinya: “Dan diantara tanda-tanda kekuasaannya ialah bahwa Dia mengirimkan angin sebagai pembawa berita gembira dan untuk memasukkan kepadamu, sebagian dari rahmat-Nya dan supaya kapal dapat berlayar dengan perintah-Nya dan juga supaya kamu dapat mencari karunia-Nya, mudah-mudahan kamu bersyukur.”
Berdasarkan ayat di atas, tujuan sebuah informasi yang disampaikan ke khalayak adalah memberi atau memenuhi hak untuk tahu (yang dimiliki manusia), memberi isyarat, petunjuk, membimbing, sebagai sarana komunikasi, dan penyebar informasi. Dapat ditarik benang merah, antara ayat Al-Qur’an dan berita (informasi), yaitu tujuan yang sangat mulia bagi jurnalis. Bukan hal sebaliknya. Seperti berita hoax, berita yang mengandung propaganda (hanya untuk satu golongan, bersifat menjatuhkan golongan lain), ini yang akan menjerumuskan pembaca, penikmat, umumnya manusia. Sehingga, informasi apapun oleh jurnalis, bersifat jujur dan apa adanya. Dari unsur informasi itu adalah, menyampaikan kebenaran, dan mempermalukan kebatilan (menumpas kejahatan/penindasan).
Sebagai pribadi yang menyampaikan pesan damai, sudah selaiknya mempraktikkan unsur-unsur di atas. Menyampaikan berita atau informasi yang memberikan pencerahan, terbukanya wawasan seseorang, bukan malah berpandangan sempit: sulit menerima perbedaan.
Penyampai yang terbaik, adalah Rasulullah. Dalam Q. S Al-Kahfi: 56,
وَمَا نُرۡسِلُ ٱلۡمُرۡسَلِينَ إِلَّا مُبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَۚ وَيُجَٰدِلُ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ بِٱلۡبَٰطِلِ لِيُدۡحِضُواْ بِهِ ٱلۡحَقَّۖ وَٱتَّخَذُوٓاْ ءَايَٰتِي وَمَآ أُنذِرُواْ هُزُوٗا
Artinya: “Dan tidaklah Kami mengutus rasul-rasul melainkan sebagai pembawa berita gembira dan sebagai peringatan, tetapi orang-orang kafir membantah dengan bati, agar dengan demikian mereka dapat melenyapkan yang haq, dan mereka menganggap ayat-ayat Kami dan pernyataan-pernyataan terhadap mereka sebagai olok-olokan.”
Sekalipun jelas berbeda, antara penyampai (Rasulullah) dan jurnalis. Namun sikap yang dapat diteladani, tidak lain yang diterapkan. Rasulullah menyampaikan kabar (berita: wahyu) dari Allah kepada seluruh umat. Sifat ini yang melekat pada manusia (jurnalis), menyampaikan berita, fakta, informasi (suatu kejadian, hasil pengamatan) kepada orang banyak. Maka pribadi jurnalis berita perdamaian, adalah menggiring masyarakat dengan nafas-nafas perdamaian, menjadi penetral dari kabar-kabar yang menyulut pihak-pihak tertentu.
- Ciri jurnalis perdamaian,
- Tabayyun (meneliti), Q.S Al-Hujurat: 6
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِن جَآءَكُمۡ فَاسِقُۢ بِنَبَإٖ فَتَبَيَّنُوٓاْ أَن تُصِيبُواْ قَوۡمَۢا بِجَهَٰلَةٖ فَتُصۡبِحُواْ عَلَىٰ مَا فَعَلۡتُمۡ نَٰدِمِينَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepdamu orang-orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaan yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatan itu.”
Hendaknya penyampai (jurnalis), adalah bukan termasuk golongan fasik. Yakni, diri seorang penyampai kabar perdamaian, harus benar dalam meliput suatu berita atau informasi. Dengan sumber yang serupa, banyak, menjadikan suatu berita lebih akurat, tidak nyleneh (aneh). Dalam sebuah contoh hoax, pemberitaan covid-19 saat ini, kabar yang fantastis: 11 Jul 2020 [SALAH] Video Doa Imam Besar Masjidil Haram Mekah Assyeikh Sudais terhadap Musibah Virus Corona), sumber: covid.go.id.
- Ulul Albab (kaum pemikir), Q.S Az-Zumar: 18
ٱلَّذِينَ يَسۡتَمِعُونَ ٱلۡقَوۡلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحۡسَنَهُۥٓۚ أُوْلَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ هَدَىٰهُمُ ٱللَّهُۖ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمۡ أُوْلُواْ ٱلۡأَلۡبَٰبِ
Artinya: “Yang mendengarkan perkataan, lalu mereka mengikuti apa yang terbaik diantaranya. Mereka itulah orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah, dan mereka pulalah oran-orang yang mempunyai akal”
Pernyataan di atas, adalah dari Allah langsung. Bagaimana seseorang yang telah dikaruniai Allah pikiran, harus diaplikasikan dengan tepat. Penyampai pesan damai, tidak mungkin melewatkan indikator ini. Sebelum menyampaikan suatu berita, siapapun jurnalis perlu memikirkan kebermanfaatan untuk keseluruhan umat. Dalam sumber disebutkan, memiliki sifat istima’ al-qawl. Istima’, yaitu mengarahkan informasi/berita berdasarkan pikiran yang serius, menganalisis. Sedangkan al-qawl, adalah membedakan mana informasi yang haq dan batil.
Demikian, sedikit ulasan terkait jurnalis sebagai penyampai pesan kebaikan, lebih dari itu adalah pribadi yang memiliki sikap untuk menjadi penyampai yang tepat (haq).
*Atssania Zahroh
Sumber: Buku “Belajar Jurnalistik dari Nilai-nilai Al-Qur’an”, karya Amilia Indriyanti