Bulan Ramadan merupakan bulan yang dinanti-natikan bagi umat Islam. Beberapa keutaman bulan Ramadan seperti bulan Mubarak (bulan yang diberkahi), bulan diturunkannya Al-Qur’an, dibuka pintu-pintu surga, ditutup pintu-pintu neraka, diikat setan-setan, bulan diampuni dosa, dan keutaman lainnya yang membuat bulan Ramadan menjadi ‘berbeda’ dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya. Sehingga tidak heran, umat islam pun berbondong-bondong mencari karunia di bulan tersebut.
Shaum, memperbanyak sedekah, mengkhatamkan Al-Qur’an, qiyamullail (salat malam), memperbanyak zikir, istiqomah menjalankan amalan sunnah, menghindari perbuatan keji dan kotor, meningkatkan kekhusyuan ibadah merupakan beberapa upaya yang dilakukan umat islam dalam mendapatkan keutaman bulan Ramadan dan berharap semua amal kebaikan tersebut, akan mendapat balasan yang berlipat ganda.
Terlebih, dalam memasuki sepuluh hari terakhir dibulan Ramadan, umat islam pun semakin getol menjalankan ibadah, dikarenakan dalam Al-Qur’an dan Hadits disebutkan bahwa diantara sepuluh hari terakhir, terdapat malam lailatul qadr atau malam kemuliaan.
Apa itu Malam Lailatul Qadr?
Lailatul Qadr atau malam kemuliaan merupakan malam yang lebih baik dari seribu bulan (khairun min alfi syahr), disebut lebih baik dari seribu bulan karena pada malam tersebut terdapat pesan bahwa ada kemuliaan dan keunggulan yang luar biasa bagi hamba-Nya yang senantiasa mendekatkan diri dengan Allah swt.
Dari Ibnu Umar r.a, ia mengatakan “Rasulullah saw. ditanya, dan aku mendengarkan tentang lailatul qadr. Sabdanya, ‘lailatul qadr itu ada pada tiap bulan Ramadan.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Abu Syaebah)
Tentang malam Lailatul Qadr yang dicari setiap Ramadan, Rasulullah saw. memerintahkan umat islam untuk mencarinya pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadan.
“Maka carilah oleh kalian pada sepuluh (malam) terakhir” (HR. Muslim dan Abu Daud)
Keutamaan Malam Lailatul Qadr
“Barang siapa bangun di malam Lailatul qodar dengan bekal iman seraya melakukan muhasabah; introspeksi diri maka pahalanya adalah ampunan atas segala dosa-dosanya yang telah lewat” (HR. Bukhori dan Muslim)
Menurut mufasir kontemporer, Dr. Wahbah al Zuhaily, makna lebih baik dari seribu bulan karena jika pada malam itu seseorang melakukan amal baik, maka nilai perbuatan itu lebih besar dibandingkan dengan seribu bulan perbuatan serupa di malam-malam lainnya.
Bagaimana Ciri-Ciri Malam Lailatul Qadr?
Dari Ubay bin Ka’ab ra, bahwasanya Rasulullah Saw bersabda,”Keesokan hari Lailatul-Qadr adalah matahari terbit hingga tinggi tanpa sinar bak nampan.” (HR Muslim)
Abu Hurairah ra pernah bertutur, kami pernah berdiskusi tentang Lailatul Qadr di sisi Rasulullah Saw, beliau berkata,”Siapakah dari kalian yang masih ingat tatkala bulan muncul, yang berukuran separuh nampan.” (HR Muslim)
“Lailatul Qadr adalah malam yang terang, tidak panas, tidak dingin, tidak ada awan, tidak hujan, tidak ada angin kencang dan tidak ada yang dilempar pada malam itu dengan bintang (lemparan meteor bagi setan).” (HR At-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir 22/59 dengan sanad hasan)
Dalam beberapa hadits diatas, hanya disebutkan berupa gejala alam yang terjadi pada malam Lailatul Qadr atau malam setelahnya, dan tidak disebutkan secara jelas kapan terjadinya malam Lailatul Qadar tersebut. Dikarenakan begitu rahasia kedatangannya, maka umat muslim harus memanfaatkan kesempatan setiap malam Ramadan untuk beramal semaksimal mungkin, dengan harapan satu di antaranya bersamaan dengan mendapatkan keutamaan Lailatul-Qadar.
Lailatul Qadr di tengah Pandemi
Jika mendengar kata Lailatul Qadr, sebagian dari kita mungkin akan memaknainya sebagai malam yang dimana umat muslim sangat mengharapkan keberkahannya, sehingga apabila bulan Ramadan tiba, terutama di sepuluh hari terakhir, maka umat muslim akan melaksanakan shalat lebih khusyu, berdo’a lebih banyak, membaca Al-Qur’an lebih rajin, beritikaf di mesjid, dan berbagai ibadah mahdhah lainnya. Bukan hal yang salah memang. Namun, dalam memperoleh Lailatul Qadr, kita tidak boleh melupakan pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab sosial kita sebagai manusia. Terutama dimasa pandemi seperti sekarang.
Dalam buku Islam Pribumi “Mendialogkan Agama Membaca Realitas” karya M. Imaduddin Rahmat,dkk dijelaskan bahwa sesungguhnya Lailatul Qadr merupakan sebuah pengalaman yang sangat pribadi. Lailatul Qadr berkaitan dengan pengalaman rohani yang sifatnya teramat personal, bahkan berkaitan dengan dunia spiritual seseorang. Ketika pengalaman spiritual diimplementasikan dalam kehidupan nyata, maka ia akan memiliki dampak terhadap kehidupan sosial. Namun sebaliknya, jika pengalaman spiritual Lailatul Qadr hanya berhenti sebagai pengalaman rohani, maka hal tersebut tidak akan membentuk kesadaran terhadap sikap seseorang dalam menghadapi berbagai persoalan sosial. Maka peristiwa tersebut hanya sebatas pengalaman rohani dan tidak berdampak pada perbaikan kehidupan sosial masyarakat.
Ketika wabah corona hadir dibumi, tentu tidak hanya kesehatan masyarakat saja yang terdampak. Berbagai sektor seperti pariwisata, ekonomi, pendidikan pun ikut mengalami permasalahan. Semisal dibidang ekonomi, dalam jumlah yang banyak karyawan dari berbagai perusahaan mengalami PHK, pasar-pasar ditutup, pedangang kaki lima dilarang berjualan, sehingga membuat perekonomian masyarakat menurun.
Melihat keadaan bumi sekarang, khususnya Indonesia, tak heran membuat kita mengelus dada dan menggeleng-menggelengkan kepala. Pasalnya, berbagai permasalahan terus datang menghampiri disetiap harinya. Terlebih, bulan Ramadan di tahun sekarang terasa begitu berbeda. Tidak ada shalat berjamaah di mesjid, tidak ada buka bersama teman sejawat, dan berbagai perbedaan lainnya yang jika hanya dilihat dari sisi negatifnya, maka akan menguras emosi kita.
Namun, sebagai umat muslim tentu kita harus meyakini bahwa ujian hadir atas izin Allah swt. Sehingga, akan memanfaatkan bulan penuh ampunan ini sebagai upaya untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan. Terutama, dengan keutamaan-keutamaan malam Lailatul Qadr yang disebutkan diatas, seharusnya mampu menggugah hati kita untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah swt, agar bisa mendapatkan kemuliaan tersebut. Akan tetapi, perlu diingat bahwa kemuliaan Lailatul Qadr jangan sampai hanya fokus pada memperbaiki hubungan kita dengan Allah swt. (Hablu Minallah) saja, namun harus diimbangi dengan memperbaiki hubungan kita dengan sesama manusia (Hablu Minannaash).
Di hari-hari terakhir di bulan Ramadan ini, sudahkan kita bertanya pada diri tentang seberapa jauh kepedulian kita terhadap sesama? Masihkah kita hanya memikirkan kepentingan pribadi tanpa memerdulikan keadaan tetangga-tetangga kita? Benarkah kita seorang muslim, namun tidak pernah melirik manusia lainnya? Kita sibuk mengejar Lailatul Qadr tapi lupa mengejar kebermanfaatan kita sebagai manusia?
Oleh karena itu, mari manfaatkan hari-hari terakhir di bulan Ramadan ini, untuk meningkatkan kualitas hubungan kita dengan Allah swt. dengan tanpa melupakan tanggung jawab sosial kita, sebagai manusia, agar salah satunya bisa memperoleh keutamaan malam Lailatul Qadr yang tidak hanya berhenti pada pengalaman rohani saja. Karena bukankah ketaqwaan seseorang itu bisa tercermin dari bagaimana cara memperlakukan sesamanya?
*Siti Ressa